Rabu, 12 September 2012


Diambil dari beberapa sumber kotbah dari dasar Firman Markus 8 : 27 - 38 


Introitus :
Tuhan Allah telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling
Kebelakang ( Yesaya 50:5 ).
Bacaan : Yesaya 50:4-9; Khotbah : Markus 8:27-38
Thema :
Tandailah Yesus dingen ikutkenlah
(Kenalilah Yesus dan ikutlah Dia)

Pendahuluan
Sebutir telur bias memiliki bermacam makna. Bagi seorang pengusaha,telur bisa berarti sumber atau komoditas ekonomi. Bagi seorang seniman, ia dapat melihat telur sebagai inspirasi bagi suatu karya seni. Bagi seorang telog, ia mungkin melihat ada Tuhan di balik telur tersebut, dan seterusnya. Tentu semua itu adalah benar sebab begitulah hakikat dan arti telur itu, tergantung dari mana orang melihatnya. Inilah yang disebut paradigm,persepsi atau sudut pandang.
Stephen R. Covey, pakar Amerika yang menulis bukuThe 7 Habits of Highly Effective People, mengatakan bahwa paradigma merupakan sumber dari sikap dan perilaku kita. Kita masing-masing cenderung berpikir bahwa kita melihat segala sesuatu sebagai mana adanya, bahwa kita sudah objektif. Namun pada kenyataannya tidak demikian. Kita melihat duni bukan sebagaimana dunia adanya, melainkan sebagaimana kita adanya, atau sebagaimana kita terkondisikan untuk melihatnya.
Bila sudut pandang kita luas, maka cakrawala kita pun luas. Bila cara pandang kita sempit, maka cakrawala kita pun sempit. Bila kita hanya terpaku pada satu teori, maka kita mudah menolak teori lainnya. Bila kita hanya setuju kepada satu opini, maka sulit bagi kita untuk membuka ruang bagi opini yang lain.
Demikian juga halnya dengan pengenalan kita terhadap Yesus, pengenalan yang benar mempengaruhi ketaatan kita untuk mengikuti dan melakukan kehendak Nya. Sejauh apakah kini pengenalan kita terhadap Yesus dan ketaatan kita dalam melakukan perintahNya ? Dari nats khotbah Markus 8:27-38, menjadi perenungan bagi kita kepada pernyataan Yesus tentang diriNya dan syarat-syarat mengikut Dia.

Pendalaman Nats
(ay.27-28) Ketika Yesus dan murid-muridNya berangkat ke Kaisarea Filipi, kira-kira 40 km di sebelah utara danau Galilea, Yesus bertanya tentang siapakah Dia menurut orang banyak. Ada yang mengatakan Yesus adalah Yohanes Pembabtis, Elia dan seorang dari para nabi ( Markus 1:4,6:14-15;Lukas9:7-8 ). Menurut mereka (pemahaman orang Yahudi), dengan kedatangan Yohanes Pembabtis,Elia dan seorang dari para nabi,maka Mesias tidak lama lagi akan datang. Tokoh ini dipercayai sebagai perintis jalan dan pembawa berita dari Mesias. Ia akan memulihkan pelanggaran dan membawa keteraturan di tengah kekacauan untuk menyiapkan jalan bagi Mesias. Menurut tanggapan orang banyak tersebut berarti Yesus bukanlah mesias,dan masih tetap menunggu kedatangan mesias. Pengenalan orang banyak tentang Yesus berarti keliru, dan hanya sebatas tanda mujijat membuat mereka datang mencari dan mengikut Yesus.

(ay.29-30) Menurut Petrus, Yesus adalah Mesias. Petrus mengakui bahwa Yesus adalah orang yang dipilih dan di urapi oleh Allah(Yoh.6:68-69). Kata “Mesias”berasal dari kata Ibrani yang berarti “yang diurapi”. Sama artinya dengan Kristus dalam bahasa Yunani” Christos”. Yang di urapi adalah para Imam(1 Taw.29:22), dan Nabi (Yes.61:1), yang paling sering disebut di urapi adalah Raja (1 Sam.10:1,16:1,13; Mas.2:2,7). Yang di urapi adalah seseorang yang di pilih untuk melayani Tuhan dan umatNya dan sebagai Raja, bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan dan damai Allah di dunia,yaitu menolong dan membebaskan korban ketidak adilan, khususnya orang miskin.(Mas.18:35-49,72:1-3: 9:9-10). Pengakuan Petrus akan Yesus adalah benar, sehingga dalam injil Matius, Petrus di beri hadiah “kunci kerajaan sorga”(Mat.16:19), tapi dalam injil Markus, Petrus dilarang untuk mengatakan kepada siapa pun bahwa Yesus adalah Mesias. Yesus melarang para murid untuk mengatakannya, karena Yesus ingin agar orang banyak mengetahuinya melalui pengalaman mereka sendiri. Dan secara umum,orang banyak termasuk murid-murid juga di pengaruhi oleh gagasan-gagasan mesianik yang ada dalam benak orang Yahudi pada zaman Yesus. Gagasan itu penuh kekerasan dan semangat nasionalistik, sehingga Mesias itu di bayangkan sebagai seorang raja yang berasal dari garis keturunan Daud sebagai sosok adikodrati yang hebat yang masuk kedalam sejarah untuk menata kembali dunia dan kembali memulihkan umat Allah.

(ay.31-33) Yesus mengajarkan pengertian Mesias yang berbeda dari pemahaman orang banyak, bukan sebagai raja yang berkuasa, tapi sebagai anak manusia yang harus menanggung banyak penderitaan, ditolak, dibunuh dan bankit pada hari yang ketiga. Yesus sedang berbicara tentang penangkapan dan kematianNya di kayu salib dan Allah yang membangkitkanNya dari kematian. Petrus dan para murid tidak siap akan hal ini,mereka menginginkan seorang pemimpin yang akan membebaskan mereka dari kesakitan, bukan seorang yang mengalami kesakitan dan kematian. Petrus menarik dan menegor Yesus, kemudian Yesus berpaling serta memarahi Petrus,”enyahlah iblis’’. Yesus menggunakan kata yang keras untuk menegaskan bahwa menolak kehendak Allah merupakan pekerjaan iblis.

(ay.34-38) Menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Yesus, artinya penurunan tahta diri(keinginan,kehendak dan hawa nafsu manusiawi), agar hidup hanya berpusat kepada Kristus. Dalam hubungan kita dengan Tuhan harus mengikutinya dengan memasrahkan diri kepada Tuhan dan menerima konsekwensi dan menanggung resiko terhadap penderitaan oleh karena panggilan sebagai murid atau orang percaya.(Yoh.15:19,Gal.6:14). Dan Yesus mengatakan tentang kehilangan nyawa, sebagai penyataan kesetiaan terhadap kehendak Allah, bukan perjuangan kepada sifatnya sementara tapi kekekalan. Pengajaran tentang persyaratan mengikut Yesus memang cukup keras dan tegas tapi hal itu bukan lah hal yang mustahil bagi orang percaya sebab Yesus membuat perjanjian yang pasti tentang kedatanganNya(8:38), dan kerajaanNya(9;1). Sekalipun penderitaan yang menanti namun nubuat Mesianis tentang pemerintahanNya akan mewujudnyatakan kemenangan keselamatan.

Pointer Aplikasi
  1. Pengenalan yang benar akan Yesus menentukan kesetiaan seseorang dalam mengikut dan melakukan kehendakNya.
  2. Mengikut Yesus dan melakukan kehendaknya berarti menyangkal diri dan memikul salib. Memberi diri untuk dibentuk, diubah seturut dengan kehendakNya.( Band.Bacaan Yesaya 50:4-9, Ketaatan seorang hamba Tuhan)
  3. Kapan dan dimana pun sebagai pengikut Yesus tidak ragu dan tidak malu menderita demi kebenaran dan keadilan.
  4. Kuasa dan kasih Yesus adalah menjadi jaminan penyertaan dan perlindungan bagi setiap orang yang melakukan panggilan Tuhan dalam hidup dan pelayanannya.(1 Kor.15:58) : “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah tegu, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan ! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekuruan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia”
Runggun GBKP Tambun
Pdt.Terima Tarigan



Title: KHOTBAH MINGGU, 13 SEPTEMBER 2009 (TEMA: "ENGKAU ADALAH MESIAS"
Post by: Pdt. Yohanes Bambang Mulyono on August 30, 2009, 08:40:37 AM


Renungan Minggu, 13 September 2009
Tahun B: Minggu Biasa XIX
Warna: Hijau
ENGKAU ADALAH MESIAS
Ams. 1:20-33; Mzm. 116:1-9; Yak. 3:1-12; Mark. 8:27-38


Pengantar
Harapan akan kedatangan Mesias sebenarnya tersebar di berbagai pelosok dunia.  Di Jawa juga mengenal harapan akan datangnya sang Ratu Adil yang dinyatakan dalam ramalan raja Jajabaya dari Kediri (tahun 1135-1157). Yang mana sang Ratu Adil tersebut disebut oleh raja Jayabaya sebagai Satria Piningit. Selain itu seorang tokoh pahlawan Indonesia yaitu Pangeran Diponegoro juga pernah menganggap dirinya sebagai Ratu Adil.  Dia menganggap mampu membebaskan rakyat Jawa dari penjajahan Belanda. Bahkan Soekarno, presiden pertama Indonesia waktu itu juga sering dianggap sebagai Ratu Adil. Namun ternyata sejarah membuktikan bahwa mereka gagal untuk menjadi seorang Ratu Adil. Di Israel, seorang rabi Yahudi yang sangat terkenal yakni rabi Akiba pernah menganggap tokoh Simeon Bar Kokhba sebagai raja Mesias karena dia memperlihatkan kemampuan yang hebat dalam melawan penjajahan Romawi pada tahun 132-135. Sampai kini umat Israel menolak Yesus Kristus sebagai Mesias. Alasan mereka adalah bahwa seorang Mesias harus memenuhi syarat sebagai berikut:
- Membangun Bait Allah yang ketiga (Yeh. 37:26-28)
- Mengumpulkan seluruh umat Yahudi dari seluruh pelosok dunia untuk kembali ke tanah
  Israel (Yes. 43:5-6)
- Penjaga suatu era dunia yang damai dan mengakhiri segala kebencian, penindasan,
   penderitaan dan penyakit (Yes. 2:4).
- Menyebarkan pengetahuan dan pengakuan akan Allah Israel yang menyatukan seluruh umat
   manusia dalam satu kesatuan (Zakh. 14:9).

Umat Yahudi masa kini beranggapan bahwa Yesus dari Nazaret tidak memenuhi keempat syarat tersebut. Sebab semasa hidupNya Yesus tidak pernah mewujudkan nubuat para nabi tersebut, seperti tidak pernah membangun Bait Allah, mengumpulkan seluruh umat Yahudi yang terpencar ke berbagai pelosok bumi, belum mewujudkan suatu kehidupan yang penuh damai dan menyebarkan pengakuan akan Allah yang menyatukan seluruh umat manusia. Syarat-syarat Mesias tersebut bagi orang-orang Yahudi harus terpenuhi pada saat seseorang yang dianggap Mesias tersebut hidup. Jadi mereka berharap bahwa sewaktu Yesus hidup sebagai manusia, Dia menunjukkan tanda-tanda tersebut. Jadi mereka menolak anggapan atau pengajaran bahwa semua syarat tersebut akan terpenuhi kelak pada masa kedatangan Yesus kembali pada akhir zaman. Kalau kita perhatikan dengan cermat, maka penafsiran ayat yang dianggap sebagai nubuat untuk menentukan kriteria seorang Mesias hanya dipahami dari sudut kepentingan nasionalisme Yahudi. Misalnya seseorang akan disebut sebagai Mesias Allah jikalau Dia berhasil membangun Bait Allah sebagai tempat berkumpulnya umat manusia dari segala bangsa (Yes. 37:26-28). Seseorang akan disebut Mesias apabila Dia mampu mengumpulkan umat Yahudi yang tercerai-berai dalam suatu negara yaitu untuk memenuhi nubuat Yes. 43:5-6. Kemudian menurut tafsiran Yes. 2:4, seseorang akan disebut Mesias apabila Dia mampu menjadi hakim bagi bangsa-bangsa sehingga mampu meniadakan seluruh persenjataan yang pernah dibuat. Juga menurut Zakh. 14:9, seseorang disebut sebagai Mesias jikalau Dia mampu menjadikan Allah sebagai satu-satunya Tuhan bagi seluruh umat manusia. Tepatnya menurut tafsiran mereka, Zakh. 14:9 menyatakan bahwa Mesias Yesus seharusnya mampu meniadakan setiap “allah” dari agama-agama yang ada. Sehingga jelaslah bahwa penafsiran terhadap ayat-ayat Alkitab yang dianggap nubuat tersebut lebih dilatar-belakangi oleh harapan messianis yang sempit dan eksklusif. Segala sesuatu dari kriteria nubuat Alkitab tersebut hanya diarahkan kepada umat Israel sebagai satu-satunya pusat dari seluruh tindakan sang Mesias. Padahal Yesus Kristus mengarahkan karya keselamatanNya kepada seluruh umat manusia. Dia tidak menjadikan umat Israel sebagai satu-satunya umat Allah. Demikian pula halnya dengan makna pembangunan Bait Allah. Makna pembangunan Bait Allah dihayati oleh Yesus tidak bersifat fisik, tetapi secara rohaniah yakni tubuhNya sendiri.

Harapan Manusia Modern
Harapan manusia modern akan kehadiran seorang Messias pada masa kini tetap hidup. Yang mana harapan tersebut tidak pernah lekang oleh waktu. Hal ini disebabkan karena umat manusia pada masa kini berada dalam kesulitan yang semakin kompleks. Persoalan, penderitaan dan tragedi kemanusiaan tidak dapat diatasi oleh ilmu pengetahuan, medis, teknologi dan sistem negara. Manusia modern membutuhkan kehadiran dan peran seorang Mesias. Tepatnya manusia modern membutuhkan Juru-selamat. Karena itu beberapa waktu yang lalu muncul gambaran mesianis dalam film “Superman”. Ide mesianis tersebut ditampilkan dalam diri Christopher Reeve yang memerankan sebagai tokoh Superman.  Film “Superman” tahun 1978 tersebut disutradarai oleh Richard Donner. Yang mana tokoh Superman memiliki nama Kal-El  atau Clark Kent dan ayahnya bernama Jor-El yang tinggal di planet Krypton. Dari penamaan para tokoh tersebut telah dapat diduga bahwa nama “Kal-El” atau “Carl-El” menunjuk kepada diri Kristus. Sedang nama “Jor-El” menunjuk kepada “Jahweh” (Tuhan). Perhatikan nama “El” yang menunjuk kepada sebutan “Elohim” (Allah). Jor-El mengirim anak satu-satunya yaitu Kal-El ke bumi untuk membawa misi keselamatan.  Harapan mesianis manusia modern pada masa kini ditampilkan melalui “Cinematic Theology”. Itu sebabnya Paul Leggett dalam  "Science Fiction Films: A Cast of Metaphysical Characters." Christianity Today, 24(6), 32-33 tahun 1980 menyatakan: “Some have seen the Superman image as a substitute, pop image messiah. Yet the value of Superman is that he is a messianic symbol, as valid for our time as Charlemagne or Sir Galahad were in the medieval period. The symbol doesn't substitute as an alternate reality, but points to a greater reality, albeit one it never fully expresses”.  Demikian pula ide utama dalam film “Superman Return” yang disutradarai oleh Bryan Singe pada tahun 2006. Kisah yang difilmkan dalam “Superman Return” pada hakikatnya menunjuk kepada  tokoh Superman sebagai gambaran dari tokoh Kristus yang kembali berkarya. Namun gambaran mesianis dalam tokoh Superman tersebut tentu tidak selalu tepat mencerminkan maksud dari kesaksian Alkitab tentang diri Yesus sebagai Mesias (Kristus). Sebab untuk memenuhi kepentingan pasar tidak terelakkan penggambaran tokoh film dalam Superman sebagai diri Kristus dilibatkan dalam hubungan romantisme dan menunjukkan berbagai kekuatan fisiknya yang luar-biasa. 

Namun bukankah harapan mesianis umumnya selalu dikaitkan dengan tokoh atau pemimpin yang memiliki kemampuan yang hebat, bentuk fisik yang sempurna, dan mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia? Sangat menarik bahwa pada masa kini juga muncul upaya untuk menemukan ke-Mesias-an Yesus yang dihubungkan dengan tokoh tertentu. Misalnya mengaitkan tokoh Krishna sebagaimana dikisahkan dalam Mahābhārata,  Harivamsa, Bhagavata Purana dan  Wishnu Purana dengan diri Yesus dari Nazaret. Sebab selain nama mereka mirip (Krishna dan Kristus), juga mereka dianggap lahir dari seorang perawan. Mereka memiliki misi yang sama untuk membawa keselamatan bagi umat manusia. Yang mana keduanya bersifat ilahi. Namun sekali lagi penggambaran Krishna dengan Yesus Kristus tersebut sering mengabaikan perbedaan karakter dan pola  yang sangat esensial. Tokoh Krishna dalam menjalankan misi keselamatan terlibat dalam pemberian nasihat yang menguatkan tindakan kekerasan saat terjadi perang Bharatayudha.  Jadi tidak dapat begitu mudah kita menyatakan bahwa Yesus Kristus identik atau sebagai inkarnasi dari Krishna. Itu sebabnya Mahatma Gandhi menyampaikan pandangannya tentang Bhagavad Gita: “Untie any spiritual knot” (melonggarkan setiap simpul spiritual). Sebab kisah dalam Bhagavad Gita menampilkan berbagai kekerasan. Gandhi menyatakan: “The Gita affords violence a sort of mythic grandeur, obscuring the ugly realities of blood and gore with ethereal prose and metaphysical justifications”. Bukankah pada masa kini gambaran dan harapan tentang tokoh mesias tidak terlepas dari pola pikir yang duniawi, yaitu penyelesaian masalah dan penegakan keadilan dengan konsep dan pola-pola kekerasan yang dilegitimasi dengan “wahyu Allah” dan ayat-ayat Kitab Suci?

Ke-Mesias-an Yesus Karena MukjizatNya?
Struktur narasi Injil Markus sebelum mengisahkan pengakuan Petrus akan ke-Mesias-an Yesus  di Mark. 8:27-30 dilatar-belakangi oleh berbagai perbuatan mukjizatNya. Misalnya Mark. 6:30-44 mengisahkan Yesus memberi makan 5000 orang. Mark. 6:45-52 mengisahkan Yesus berjalan di atas air. Mark. 6:53-56 mengisahkan Yesus menyembuhkan orang-orang sakit di Genesaret. Mark. 7:31-37 mengisahkan Yesus menyembuhkan seorang tuli. Mark. 8:1-10 mengisahkan Yesus memberi makan 4000 orang. Mark. 8:22-26 mengisahkan Yesus menyembuhkan seorang buta di Betsaida. Namun saat para murid Yesus tiba di Kaisarea Filipi, Yesus mengajukan pertanyaan kepada para muridNya, yaitu: “Kata orang, siapakah Aku ini?” (Mark. 8:27). Pertanyaan Tuhan Yesus tersebut sepertinya suatu ajakan bagi para murid untuk merenungkan kembali seluruh karya keselamatan yang telah dinyatakanNya melalui berbagai perbuatan mukjizat. Karya-karya mukjizat Yesus terbukti mampu memulihkan setiap orang yang sakit, kuasaNya yang luar-biasa atas alam dan penggandaan roti bagi orang banyak. Tetapi bagaimana tanggapan orang banyak terhadap diri Yesus? Ternyata orang banyak menganggap Yesus Kristus hanya sebagai inkarnasi dari Yohanes Pembaptis yang telah mati dipancung oleh raja Herodes. Atau Yesus juga dianggap sebagai  seorang nabi Allah yang muncul dalam kehidupan mereka secara luar-biasa. Dengan perkataan lain, berbagai perbuatan mukjizat yang telah dilakukan oleh Yesus hanya dianggap oleh orang banyak sebagai tanda-tanda ilahi yang menyertai kehidupan seorang nabi Allah. Walaupun perbuatan mukjizat Yesus sangat spektakuler, namun orang banyak waktu itu menggolongkan diri Yesus sebagaimana yang pernah dilakukan oleh nabi Elia atau nabi Elisa.  Kekaguman orang banyak terhadap diri Yesus hanyalah sebatas kekaguman kepada seorang nabi Allah yang penuh kuasa.

Dari kesaksian Injil Markus tersebut terbukti bahwa perbuatan mukjizat tidaklah cukup membawa seseorang kepada sikap iman. Karena itu tidaklah benar secara teologis, kita menempatkan tanda-tanda mukjizat yang sifatnya serba spektakuler dalam proses pembangunan jemaat atau pembentukan karakter iman. Sejauh perbuatan suatu mukjizat belum menyentuh kehidupan pribadi seseorang yang paling dalam, maka perbuatan mukjizat tersebut hanya menimbulkan perasaan kagum belaka. Bahkan seandainya perbuatan mukjizat tersebut berhasil menyentuh kehidupan pribadi seseorang juga tidak menjamin bahwa dia mengalami pertobatan untuk mengakui ke-Tuhan-an Kristus dalam seluruh aspek kehidupannya. Bukankah benar apa yang diajarkan oleh gereja bahwa sikap iman kepada Kristus pada hakikatnya tidak tergantung karena  pengalaman menerima mukjizat. Iman yang murni dan dianugerahkan oleh Allah lahir dari pengalaman berjumpa dengan Allah, bukan karena faktor mukjizat. Mungkin bisa terjadi seseorang mengalami beberapa pengalaman mukjizat, tetapi seluruh pengalaman tersebut tidak dihayati sebagai perjumpaannya dengan Kristus. Namun orang-orang Kristen yang hidup secara duniawi sering mengabaikan makna perjumpaan dengan Tuhan Yesus. Sebab yang diutamakan oleh orang-orang dunia adalah hasil-hasil yang menguntungkan seperti: kesehatan, kesejahteraan materi dan kehidupan yang bebas dari persoalan. Padahal yang dikehendaki oleh Allah adalah perubahan sikap hidup atau pembaharuan hidup di dalam Kristus, sehingga mereka mampu menyikapi dan menyelesaikan setiap persoalan dari sudut pandang Allah.

Ke-Mesias-an Yesus Yang Bebas Dari Derita?

Di lubuk hati umat Israel sepanjang masa makna kehadiran seorang Mesias Allah tidak pernah lepas dari peran politisnya. Pemahaman ini dilatar-belakangi oleh situasi umat Israel yang senantiasa berada dalam penderitaan dan tekanan hidup dari para penjajahan bangsa asing. Itu sebabnya saat kerajaan Romawi menguasai mereka, berulangkali muncul orang-orang yang dianggap sebagai Mesias untuk membebaskan dari penindasan kerajaan Romawi. Umat Israel selalu mengharapkan kedatangan seorang Mesias Allah yang tangguh, tidak terkalahkan, agung dan mampu membawa mereka kepada kesejahteraan yang paripurna. Dengan demikian harapan mesianis umat Israel secara politis pada zaman itu merupakan harapan yang kontekstual. Sehingga manakala mereka menyaksikan betapa besar kuasa Yesus dalam membuat berbagai mukjizat, mereka segera memiliki harapan yang begitu besar kepada Yesus. Mereka  mengharapkan Yesus dari Nazaret mampu membebaskan mereka dari belenggu penjajahan bangsa Romawi dan membawa kesejahteraan umat Israel dengan kuasaNya yang mampu menaklukkan alam dan  menggandakan roti. Harapan tersebut juga tertanam dalam diri para murid Yesus. Namun bagai petir di siang hari, mereka terkejut saat Yesus menyatakan: “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari” (Mark. 8:31). Mereka yang semula begitu terobsesi dan kagum dengan segala kuasa mukjizat Yesus, kini mereka mendengar suatu pernyataan  yang jauh dari harapan dan kerinduan mereka. Karena itu tidaklah mengherankan jikalau Petrus segera memberi reaksi dengan menarik Yesus ke samping dan menegor Dia (Mark. 8:32). Sebab konsep mesianis yang mereka pahami adalah Mesias seperti Yesus tidak boleh sedikitpun menderita, ditolak oleh para pemimpin agama dan mati terbunuh. Kematian seorang yang dianggap Mesias akan membawa dampak yang begitu buruk dalam kehidupan umat Israel.

Namun sikap Petrus yang mewakili sikap para murid dan umat Israel pada umumnya justru dianggap oleh Yesus sebagai pola pikir dari Iblis. Di Mark. 8:33, Tuhan Yesus menegor Petrus, demikian: "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia". Dengan pernyataan tersebut, Tuhan Yesus mau menyatakan bahwa konsep mesianis mereka tidak sejalan dengan rencana dan pola pikir Allah. Tentunya Allah sangat memahami penderitaan mereka yang saat itu dijajah dan ditindas oleh bangsa Romawi. Tetapi penyelesaiannya bukanlah dengan perang dan tindakan kekerasan. Sepertinya umat Israel telah melupakan pola kerja Allah yang pernah membebaskan dari cengkeraman bangsa Mesir. Mereka keluar dari Mesir bukan karena mereka mampu menaklukan tentara dan kekuasaan Firaun dengan perang, tetapi melalui tangan Allah yang kuat.  Umat Israel dapat tetap eksis sebagai bangsa bukan karena  kekuatan dan kepandaian mereka. Di Ul. 9:4 Allah berfirman: “Janganlah engkau berkata dalam hatimu, apabila TUHAN, Allahmu, telah mengusir mereka dari hadapanmu: Karena jasa-jasakulah TUHAN membawa aku masuk menduduki negeri ini; padahal karena kefasikan bangsa-bangsa itulah TUHAN menghalau mereka dari hadapanmu”. Selain itu penyelesaian suatu penindasan dan penderitaan tidak pernah dapat diatasi dengan kekerasan dan perang. Sebab penyelesaian dengan kekerasan dan perang senantiasa melahirkan kekerasan yang baru dan perang yang lebih luas lagi. Pada waktu pemberontakan Bar Khoba pada tahun 132-135 terhadap kerajaan Romawi diperkirakan penduduk Israel yang mati mencapai jutaan orang, Bait Allah dihancurkan secara total, sebagian menjadi budak dan mereka yang selamat harus terpencar ke seluruh penjuru bumi.  Pemberontakan Bar Khoba sungguh berakhir tragis. Karena sejak  itu umat Israel kehilangan seluruh tanah dengan masa depan yang suram. Mereka menjadi Israel “diaspora” selama hampir 2 milenium!

Namun betapa sering dalam menghadapi berbagai persoalan hidup sehari-hari, kita cenderung menggunakan kekerasan. Penderitaan yang dialami dibalas dengan membuat orang lain lebih menderita. Sakit hati dibalas dengan menebar teror. Kelicikan dibalas dengan kelicikan.  Orang-orang yang berbeda pendapat dianggap sebagai musuh.  Apabila dia tidak mampu membalas, maka dia akan menghalalkan segala macam cara. Kalau perlu orang-orang yang demikian akan menggunakan tangan orang lain untuk menganiaya dan membunuh, atau juga dengan menghalalkan penggunaan ilmu “black-magic”. Hukum “mata ganti mata” dianggap sebagai penegakan keadilan dan kebenaran. Yang mana konsep tersebut kini justru dipraktekkan oleh orang-orang yang merasa  dirinya beragama. Semakin banyak orang yang dianggap kafir mati terbunuh, maka semakin besar pahalanya di surga. Konsep teologis tersebut telah menempatkan agama sebagai musuh kemanusiaan. Padahal siapapun yang menjadi musuh kemanusiaan, dia telah menjadi musuh Allah. Kini yang diperlukan umat manusia bukan sekedar pernyataan dan ajaran agama yang serba saleh, tetapi bukti. Umat manusia tidak lagi peduli dan mempercayai ayat-ayat Kitab Suci yang dianggap telah diwahyukan Allah apabila ternyata hanya membawa kesengsaraan dan kekejaman.

Ke-Mesias-an Yesus Sebagai Penyata Kasih
Ungkapan yang paling tepat untuk memahami ke-Mesias-an Yesus adalah konsep kemesiasan yang lahir dari penyataan Allah. Tolok ukur keMesiasan Yesus adalah dia bersedia untuk melakukan kehendak Allah melalui jalan pendamaian dan kasih. Untuk itu jalan yang Kristus tempuh adalah melalui penderitaan dan kematianNya sebagai kurban pendamaian bagi banyak orang. Kristus memahami diriNya sebagai Mesias  Allah dengan jalan memberikan hidupNya. Konsep mesianis inilah yang membedakan secara signifikan dengan konsep dan pola mesianis dari kuasa dunia. Sebab konsep mesianis dari kuasa dunia adalah halal menggunakan atau memanfaatkan orang lain sebagai korban. Keselamatan dan kesejahteraan umat dibangun di atas penderitaan orang lain. Mereka “menebus dosa” dengan jalan mencabut sebanyak mungkin nyawa orang lain yang dianggap musuh Allah atau kafir. Dengan demikian konsep mesianis secara duniawi selalu bersifat politis, ekonomis, ideologis dan menghalalkan kekerasan. Namun ironisnya para “mesias” tersebut selalu menyatakan bahwa tujuan dan misi mereka pada hakikatnya untuk membawa damai, mendatangkan rahmat, menghadirkan keadilan dan kesejaheraan bagi seluruh umat manusia. Mereka mencapai tujuan yang tampaknya suci dan benar dengan menghalalkan segala cara. Padahal esensi yang hakiki dari citra seorang Mesias Allah justru caraNya, yaitu jalan hidupNya yang suci dan benar. Karena hampir semua tokoh dunia yang jahat dan kejam juga mempunyai misi yang dianggapnya mulia. Mereka selalu menyatakan bahwa tindakan dan keputusan yang ditempuhnya bertujuan untuk kebaikan umat. Hitler juga merasa mempunyai tujuan dan misi yang mulia yaitu mengangkat Jerman sebagai bangsa Arya dengan cara/jalan membantai 6 juta orang Yahudi.

Ciri kepribadian seorang Mesias Allah dinyatakan melalui jalan hidupNya; bukan melalui pengajaran, doktrin atau ideologi rohaniah yang serba saleh. Sebab kepribadian seorang Mesias dinyatakan melalui cara yang ditempuh atau jalan hidupNya. Melalui cara atau jalan hidup yang ditempuhnya telah tergambar  bagaimana seluruh visi dan misinya yang paling utama. Karena itu jalan hidup yang telah ditempuh oleh Yesus telah menggambarkan seluruh hakikat pengajaran dan perbuatan kasihNya. Dengan demikian teologia dan etika iman Kristen bukan dibangun di atas dasar pengajaran dan perbuatan mukjizat Yesus. Tetapi teologia dan iman Kristen dibangun di atas dasar kehidupan Yesus Kristus yang suci dengan pengajaran dan perbuatan mukjizatNya. Seandainya kehidupan Yesus pernah bercela, maka seluruh pengajaran dan perbuatan mukjizatNya tidak berarti apa-apa bagi gereja dan umat manusia. Dengan demikian keotentikan keMesiasan Yesus ditentukan oleh kualitas hidupNya, yaitu pola kehidupanNya yang suci tanpa cela. Sehingga dengan kesucian hidup  Kristus yang begitu sempurna telah tergambar bagaimana hubungan dan kedudukan Dia secara khusus sebagai Anak Allah yang penuh kuasa. Itu sebabnya melalui kehidupan dan karya Kristus, kita dimampukan untuk melihat kehadiran dan pekerjaan Allah yang menyelamatkan dalam kehidupan umat manusia. Jika demikian, makna pengakuan iman kita kepada Yesus selaku Mesias seharusnya dinyatakan pula melalui jalan hidup kita. Apakah jalan hidup kita telah mengikuti pola jalan hidup Kristus?

Yang dikehendaki Kristus bagi setiap umat yang percaya kepadaNya adalah umat yang mampu membuktikan wujud dari jalan hidupNya yaitu kasih yang bersedia berkurban. Dalam hal ini Kristus tidak menghendaki kita menjadi para “pekabar Injil” yang sangat misioner dan berapi-api tetapi jalan hidup kita penuh dengan cela dan kelicikan. Berita Injil yang kita kabarkan haruslah menjadi suri-tauladan dan pola karakter dalam setiap aspek kehidupan kita. Rasul Yakobus berkata: “Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya” (Yak. 3:2). Jadi melalui kehidupan dan perkataan kita yang tidak bercela, sesama dapat menyaksikan kehidupan dan karya Kristus yang menyelamatkan dan mendatangkan damai-sejahtera. Dengan pemahaman demikian, kita perlu segera menghentikan segala pola pengakuan iman yang verbalistis tetapi tidak dapat diwujudkan dalam perilaku yang nyata. Apa yang kita katakan haruslah lahir dari apa yang kita hayati dan imani dalam mengikuti Kristus sebagai satu-satunya jalan hidup kita.

Panggilan
Sebagaimana Kristus hidup, demikianlah kita hidup. Sebagaimana yang telah Kristus katakan, demikian pula seharusnya  isi dan kualitas perkataan dan pemikiran kita. Sebab apa yang kita katakan pada hakikatnya merupakan produk atau pancaran dari apa yang kita pikirkan dan isi spiritualitas kita. Rasul Yakobus berkata: “Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi” (Yak. 3:9-10). Jika demikian, bagaimanakah isi dan kualitas perkataan atau pemikiran-pemikiran kita dalam kehidupan sehari-hari? Apakah yang kita katakan atau nyatakan merupakan konsep dan pola pikir mesianis-duniawi yang mengandalkan kekuatan diri sendiri, sikap yang sombong dan perilaku yang gemar mengorbankan orang lain? Jika sikap itu menjadi bagian dari hidup saudara, maka seluruh pengakuan iman saudara kepada Kristus menjadi tidak berarti apa-apa. Bahkan saudara telah menista keMesiasan Yesus Kristus selaku Juru-selamat dunia. Ataukah sebaliknya: apa yang kita katakan dan lakukan kepada sesama merupakan manifestasi dari karakter dan roh dari Kristus. Bagaimana sikap saudara saat ini? Amin.

Pdt. Yohanes Bambang Mulyono
www.yohanesbm.com



Diambil dari bacaan AIR HIDUP RENUNGAN HARIAN, EDISI 9 April 2008 –
Baca: Markus 8:31-38
“Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus.” Markus 8:38
Sebagai orang Kristen, kita memiliki tanggung jawab untuk menjadi terang dan garam dunia. Di mana pun berada ktia harus menjadi saksi hidup bagi Tuhan untuk menyaksikan kasih dan kemuliannNya bagi keselamatan dan pemulihan hidup manusia melalui pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib. Tetapi, tidak semua orang menyambut berita damai itu dengan sukacita, sebaliknya sebagian besar orang tidak mengakui anugerah keselamatan di dalam Yesus, mereka bersikap sinis dan benci mendengarnya. Bahkan salib seringkali menjadi bahan ejekan dan olokan. Mereka meremehkan dan mencemooh para pemberita kabar keselamatan, tidak sedikit utusanNya yang menjadi korban aniaya karena salib tersebut!
Hal ini membawa dampak bagi orang-orang Kristen yang kurang memahami arti keselamatan yang telah dianugerahkan Allah baginya. Banyak anak Tuhan yang tidak tahan dengan kritikan dan ejekan, sehingga jangankan bersaksi tentang Kristus, membuka jati dirinya sebagai Kristen saja enggan dan malu. Mereka lebih suka menutup berita ini daripada mendapat malu, dibenci dan dikucilkan oleh keluarga, saudara, teman mau pun tetangga. Banyak yang kuatir kehilangan jabatan atau reputasi bila menyebut dirinya adalah pengikut Kristus; apalagi yang sudah menjadi public figure, rasa-rasanya nama Yesus menjadi penghalang bagi kemajuan karirnya, sehingga mereka takut mengakui Yesus Kristus di antara teman-teman seprofesinya.
Hanya orang-orang Kristen yang dipimpin Roh Kudus dan tahu berterima kasih yang tahan terhadap olokan dan sindiran, sebab umumnya orang tidak suka dicela atau dikritik apalagi jika merasa tidak bersalah. Seharusnya kita tidak malu bersakti tentang Kristus karena firman Tuhan berkata, “Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu.” (1 Petrus 4:14)
Bila kita malu menyaksikan nama Kristus di tengah dunia, maka Dia pun akan malu mengakui kita di hadapan Bapa di sorga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar